PENDAHULUAN
Lingkungan sosial budaya merupakan bagian dari
lingkungan hidup. Berbagai macam definisi dimunculkan menurut beberapa pakar lingkungan
hidup. Lingkungan sosial budaya adalah lingkungan atau tempat manusia berkumpul
menjalankan hidup bersosialisasi dan dalam lingkup berbudaya sesuai daerah
masing-masing yang menjadi ciri khasnya. Lingkungan sosial budaya menggabungkan
antara hidup sosial antar manusia dan budaya masyarakat secara turun-temurun
baik itu budaya timur maupun budaya barat sejak manusia lahir di muka bumi ini.
Kultur budaya yang dilahirkan atau diciptakan menyatukan pola pikir manusia.
Teknologi yang semakin berkembang di jaman modern ini tak luput terlibat dalam
lingkungan hidup. Pencampuran kebudayaan yang saling mengisi dapat mempererat
hubungan lingkungan sosial budaya dan teknologi.
Budaya adalah “cara hidup” yang dibentuk oleh
sekelompok manusia yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Faktor
budaya merupakan tantangan bagi pemasar global karena semua ini tidak mudah
dilihat. Pemasar internasional harus mengetahui pengaruh budaya dan harus menyiapkan
diri untuk menjawab tantangan itu atau mengubahnya. Pemasar internasional
memainkan peran penting bahkan dapat dikatakan menentukan dalam mempengaruhi
kecepatan tingkat perubahan diseluruh dunia. Hal terlihat jelas dalam makanan
tetapi praktis menyangkut semua industri, terutama produk konsumen. Pabrik
sabun dan deterjen telah mengubah kebiasaan, mencuci, industri elektronik telah
mengubah pola hiburan, dan pemasar pakaian telah mengubah gaya gaya, dan
sebagainya. Dalam produk industri budaya telah mempengaruhi karakteristik dan
permintaan produk tetapi yang lebih penting lagi sebagai pengaruh pada proses
pemasaran, terutama dalam cara menjalankan bisnis. Pemasar internasional telah
belajar untuk mengandalkan orang yang mengetahui dan memahami adat serta sikap
setempat untuk keahlian pemasaran.
Hubungan bisnis antara
pihak-pihak yang mempunyai budaya atau kebangsaan berbeda dapat dipengaruhi
oleh tantangan tambahan. Bila salah satu pihak dari budaya konteks tinggi
mengambil bagian dalam kesepakatan bisnis, faktor-faktor yang dibahas mungkin
akan lebih rumit karena keyakinan berbeda mengenai signifikansi dari
kesepakatan bisnis formal dan kewajiban yang mengikat semua pihak misalnya,
manajer penjualan benar-benar yakin bahwa hanya kontrak yang ditulis dengan
baik yang diperlukan agar perusahaanya dapat menerima semua kewajiban yang
mengikat. Tetapi manajer penjualan tadi juga tidak dapat memahami belahan
dunia, sesuatu hanya dapat terjadi bila ada hubungan pribadi karena kadang-kadang
hubungan pribadi juga perlu untuk melaksanakan sesuatu dalam lingkungan konteks
rendah.
TEORI
ASPEK LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA:
1.
ASPEK DASAR BUDAYA
Bagi ahli antropologi dan
sosiologi, budaya adalah “cara hidup” yang dibentuk oleh sekelompok manusia
yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya termasuk
kesadaran dan ketidaksadaran akan nilai, ide, sikap, dan simbol yang membentuk perilaku
manusia dan diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti
didefinisikan oleh seorang ahli antropologi organisasi Geert Hofstede, budaya
adalah “tatanan kolektif dari pikiran yang membedakan anggota tersebut dari
satu kategori orang dengan orang lainnya.”
1.
Pandangan Ahli Antropologi
Seperti diutarakan oleh Ruth
Benedict dalam karya klasiknya berjudul The Chrysanthemum and the Sword, tidak
peduli betapa aneh tindakan atau pendapat seseorang , cara seseorang berpikir,
merasa, dan bertindak mempunyai hubungan dengan pengalamannnya di dunia ini.
Tidak masalah jika tindakan dan opini dirasakan sebagai gagasan yang aneh oleh
orang lain. Pemasar global yang berhasil harus memahami pengalaman manusia dari
sudut pandang lokal dan menjadi orang dalam melalui proses empati budaya.
2.
Budaya Konteks Tinggi dan Rendah
Edward T. Hall menyarankan
konsep konteks tinggi dan rendah sebagai salah satu cara untuk memahami
orientasi budaya yang berbeda. Dalam budaya konteks rendah, pesan nyata;
kata-kata membawa sebagian besar informasi dalam komunikasi. Dalam budaya
konteks tinggi, tidak terlalu banyak informasi berada dalam pesan verbal.
Jepang, Saudi Arabia, dan budaya konteks tinggi lainnya sangat menekankan pada
nilai dan posisi atau kedudukan seseorang di masyarakat. Dalam budaya ini,
pinjaman dari bank lebih mungkin didasarkan pada siapa Anda daripada analisis
formal laporan keuangan. Dalam budaya konteks rendah seperti Amerika Serikat,
Swis, atau Jerman, persetujuan dibuat dengan informasi yang jauh lebih sedikit
mengenai karakter, latar belakang, dan nilai-nilai. Keputusan lebih didasarkan
pada fakta dan angka dalam permintaan pinjaman.
3.
Komunikasi dan Negosiasi
Jika bahasa dan budaya
berubah, ada tantangan tambahan dalam komunikasi. Misalnya, “ya” dan “tidak”
dipergunakan dengan cara yang berbeda antara Negara Jepang dan Negara barat.
Hal ini menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman. Dalam bahasa inggris
jawaban “ya” atau “tidak” atas sebuah pertanyaan didasarkan pada apakah
jawabannya mengiyakan atau menolak. Dalam bahasa Jepang, tidak demikian.
Jawaban “ya” atau “tidak” dapat dipergunakan untuk jawaban yang membenarkan
atau menolak pertanyaan tadi.
4.
Perilaku Sosial
Ada sejumlah perilaku sosial
dan sebutan yang mempunyai arti yang berbeda-beda di dalam budaya lain. Sebagai
contoh, orang Amerika umumnya menganggap tidak sopan jika makanan di atas
piring membubung, membuat keributan ketika sedang makan, dan bersendawa. Namun
sejumlah masyarakat Cina merasa bahwa merupakan hal yang sopan jika mengambil
setiap porsi makanan yang dihidangkan dan menunjukkan kepuasannya dengan
bersendawa.
Perilaku sosial lainnya,
jika tidak diketahui, akan merugikan bagi pelancong internasional. Sebagai
contoh, di Arab Saudi, merupakan penghinaan jika menanyakan kepada pemilik
rumah tentang kesehatan suami/istri.
5.
Sosialisasi Antar-Budaya
Memahami suatu budaya
berarti memahami kebiasaan, tindakan, dan alasan-alasan di balik
perilaku-perilaku yang ada. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, bak mandi dan
toilet mungkin berada dalam ruang yang sama. Orang Amerika mengasumsikan bahwa
ini adalah norma yang berlaku di dunia. Namun, dalam beberapa budaya seperti
Jepang, menganggap itu tidak higienis. Bahkan budaya lain menganggap duduk di
atas toilet duduk itu tidak higienis. Di banyak budaya, penggunaan tisu toilet
bukanlah norma mereka.
2.
PENDEKATAN ANALISIS FAKTOR BUDAYA NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah pendekatan yang digunakan
untuk mengelola atau menangani konflik yang ada di dalam berbagai bidang
dan konteks komunikasi yaitu komunikasi
interpersonal atau komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, komunikasi antar budaya, komunikasi lintas budaya, komunikasi
bisnis, komunikasi bisnis lintas budaya, dan komunikasi internasional, dan komunikasi pemasaran.
Negosiasi merupakan salah satu bentuk manajemen
konflik selain mediasi dan dialog. Negosiasi lebih menekankan pada adanya
pertukaran usulan yang ditujukan untuk meminimalisir perbedaan akibat adanya
ketidaksesuaian tujuan yang dialami para anggota dengan cara menciptakan sebuah
kesepakatan. Umumnya, negosiasi dapat kita temui dalam berbagai bidang
kehidupan seperti proses transaksi antara penjual dan pembeli, perjanjian
bisnis, interaksi antara pihak manajemen dan buruh dalam sebuah perusahaan,
hubungan pernikahan, situasi penyanderaan, kerusakan lingkungan, dan lain-lain.
Pendekatan
Negosiasi
Terdapat beberapa pendekatan dalam negosiasi. Para
ahli teori berbeda dalam mengkategorikan berbagai aliran utama yang ada dalam
negosiasi, misalnya adalah Daniel Druckman menggambarkan
aliran utama dalam teori negosiasi didasarkan atas 4 (empat) pendekatan dalam
negosiasi, yaitu negosiasi sebagai penyelesaian puzzle, negosiasi sebagai
permainan bargaining, negosiasi sebagai manajemen organisasi, dan
manajemen sebagai diplomasi politik. Sementara itu, Howard Raiffa menggambarkan
berbagai jenis pendekatan negosiasi yaitu dimensi simetris dan asimetris, dan
preskripsi dan deskripsi. Selanjutnya, Linda L. Putnam menyebutkan
bahwa terdapat 2 (dua) pendekatan yang umum digunakan dalam negosiasi,
yaitu descriptive bargaining dan integrative
bargaining.
Dan yang terakhir, I. William Zartman mengenalkan
5 (lima) tingkatan analisis yang berbeda dalam negosiasi, yaitu pendekatan
struktural, pendekatan strategis, pendekatan proses, pendekatan perilaku, dan
pendekatan integratif. Berikut adalah intisari pendekatan negosiasi yang
meliputi fitur dasar, asumsi, serta keterbatasan yang dimiliki oleh
masing-masing pendekatan.
1.
Pendekatan
struktural – menekankan pada
makna, posisi, serta kekuatan; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose;
namun memiliki keterbatasan dalam hal posisi yang dapat menyebabkan hilangnya
kesempatan diperolehnya kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak
serta terlalu menekankan pada kekuatan.
2. Pendekatan
strategis – menekankan pada
tujuan, rasionalitas, dan posisi; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose;
keberadaan solusi adalah optimal dan mengedepankan rasionalitas para pemain;
memiliki keterbatasan dalam hal tidak menyertakan penggunaan kekuatan, para
pemain tidak dapat dibedakan.
3. Pendekatan
proses – menekankan pada
pembuatan konsesi perilaku serta posisi; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose,
respon bersifat reaktif; dan dengan keterbatasan dalam hal terlalu menekankan
pada posisi, dan kurangnya prediktifitas
4. Pendekatan
perilaku – menekankan pada
perlakuan kepribadian; dengan asumsi hasil negosiasi adalah win-lose dan
peran dari persepsi dan ekspektasi; dan dengan keterbatasan dalam hal terlalu
menekankan pada posisi.
5. Pendekatan
integratif – menekankan pada
pemecahan masalah, menciptakan nilai, komunikasi, dan hasil negosiasi
adalah win-win solutions; dengan asumsi win-win solutions;
dan memiliki keterbatasan dalam hal penggunaan waktu serta semua pihak
hendaknya memperhatikan dan siap terhadap serangan balik yang dilakukan oleh
pihak non-intergratif bargaining.
3. LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA : PENGARUH PEMASARAN PRODUK INDUSTRI
3. LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA : PENGARUH PEMASARAN PRODUK INDUSTRI
Berbagai faktor budaya yang telah dijelaskan
sebelumnya mempunyai pengaruh penting pada pemasaran produk industri di seluruh
dunia dan harus dikenali dalam merumuskan rencana pemasaran global. Beberapa produk
industri dapat menunjukkann sensitivitas lingkungan yang rendah, seperti dalam
kasus chip komputer, misalnya, atau tingkat tinggi, seperti dalam kasus
generator turbin yang mana kebijakan pemerintah untuk “pembelian nasional”
menunjukkan bahwa tawaran dari penawar asing itu tidak menguntungkan.
4. LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA : PENGARUH PEMASARAN PRODUK KONSUMEN
Pengamatan dan studi menunjukkan bahwa tanpa
tergantung pada kelas sosial dan pendapatan, budaya mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku konsumsi, penggunaan media, dan kepemilikan barang
yang tahan lama. Produk konsumen mungkin lebih peka terhadap perbedaan budaya
daripada produk industri. Rasa lapar merupakan suatu kebutuhan fisiologis dasar
dalam hirarki Maslow; semua orang butuh makan, tapi apa yang akan kita makan
sangat dipengaruhi oleh budaya.
ANALISIS/CONTOH
KASUS
Keputusan pemasaran pada perusahaan yang beroperasi
di negara sendiri sangat berbeda dengan apabila ia beroperasi di negara lain.
Setiap negara berbeda dalam hal sosial dan budaya. Semua ini menjadikan
pengkajian lingkungan sosial budaya perusahaan tugas yang semakin rumit karena
perusahaan memerlukan praktik dan pendekatan yang berbeda-beda di tiap negara.
Beberapa contoh perusahaan yang melakukan/tidak melakukan kajian lingkungan
sosial budaya yang cukup ada pada bagian berikut.
Wal-Mart
Wal-Mart didirikan pada
tahun 1962 oleh Sam Walton di Arkansas, yang terus berkembang sampai menjadi
perusahaan retail terbesar di dunia. Perusahaan ini mulai go international pada
tahun 1991 di Meksiko. Wal-Mart saat itu melakukan joint-venture dengan
pe-retail lokal terbesar, yaitu Cifera. Pada awalnya, Wal-Mart menghadapi
masalah mengenai sistem distribusi yang efisien, diantaranya diakibatkan oleh
infrastruktur yang kurang baik, jalan yang padat, dan kurangnya leverasi dengan
pemasok lokal. Hal ini mempengaruhi pengiriman ke toko Wal-Mart dan pusat distribusinya,
sehingga mengakibatkan stock barang bermasalah dan berpengaruh ke biaya. Selain
itu, ada masalah dengan produk yang kurang kompetitif.
Pada pertengahan 1990an,
Wal-Mart telah menyadari dan mempelajari bahwa ia kurang menyesuaikan dengan
kondisi lokal Meksiko. Oleh sebab itu, Wal-Mart melakukan partnership dengan
perusahaan angkutan truk setempat, yang sangat membantu sistem distribusinya.
Produk yang dijual juga kini lebih disesuaikan dengan selera lokal. Sementara
keberadaan Wal-Mart terus berkembang, pemasok-pemasok mulai membangun pabrik di
sekitar lokasi Wal-Mart. Hasilnya, biaya persediaan menjadi semakin rendah.
Perusahaan terus mengembangkan tokonya di Meksiko sampai akhirnya memiliki 670
toko pada tahun 2004.
Pengalaman dengan Meksiko
ini memberi keyakinan bahwa mereka dapat bersaing di luar Amerika. Wal-Mart
kemudian menambah operasinya di negara-negara lainnya seperti China, Jerman,
Brasil, Jepang, Kanada, dan Korea selatan.
Wal-Mart disini menangkap
peluang untuk menjadi perusahaan global dengan memulai operasi internasionalnya
lebih cepat dari pesaing. Meskipun pada awalnya Wal-Mart kurang melakukan
analisis terhadap pemasok dan konsumen (pada level industri atau lingkungan
kerja) dan jaringan transportasi (pada level umum atau lingkungan societal),
namun perusahaan dengan tepat memperbaiki kesalahannya dan mampu terus
berkembang.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar